Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

LinkedIn: Indonesia Hadapi Tantangan Besar dalam Adopsi AI

LinkedIn: Indonesia Hadapi Tantangan Besar dalam Adopsi AI / foto getty images

ALAKU.ID – Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam adopsi kecerdasan buatan (AI), meskipun 94% eksekutif di Asia Pasifik telah menetapkan AI sebagai prioritas strategis pada 2025. Laporan terbaru LinkedIn mengungkapkan bahwa tenaga kerja Indonesia masih belum memiliki keterampilan AI yang memadai, yang berpotensi memperlebar kesenjangan keterampilan di masa depan.

Data LinkedIn memperkirakan bahwa keterampilan yang dibutuhkan dalam pekerjaan di Indonesia akan berubah hingga 70% pada 2030. Hal ini membuat banyak profesional harus beradaptasi dengan kemampuan baru, yang tidak dapat dicapai dalam waktu singkat.

Keterampilan yang Paling Sulit Ditemukan di Indonesia

Salah satu permasalahan utama yang dihadapi perusahaan adalah minimnya tenaga kerja yang memenuhi kualifikasi. Berdasarkan survei LinkedIn:

45% perekrut mengaku kesulitan menemukan kandidat dengan keterampilan AI.
40% menyebut keterampilan teknis/IT seperti pengembangan software dan engineering masih minim.
32% mengungkapkan kurangnya soft skills seperti komunikasi dan pemecahan masalah.

Di sisi lain, 67% perusahaan di Indonesia berencana merekrut lebih banyak tenaga kerja pada 2025 dibandingkan 2024, yang menunjukkan tingginya kebutuhan akan tenaga kerja terampil.

Perubahan Hard Skill: AI dan Empati Jadi Prioritas

Menurut Rohit Kalsy, Indonesia Country Lead LinkedIn, perusahaan harus lebih mengutamakan keterampilan dalam proses rekrutmen daripada hanya melihat gelar atau pengalaman kerja sebelumnya.

“AI akan terus menjadi nilai tambah dalam keterampilan profesional di masa depan. Selain itu, seiring meningkatnya otomatisasi, keterampilan humanis seperti empati, kepemimpinan, dan kolaborasi akan menjadi ‘hard skills’ yang baru,” ungkapnya.

Strategi Mengatasi Kesenjangan Keterampilan

Untuk menjawab tantangan ini, LinkedIn menyarankan pendekatan berbasis keterampilan daripada pengalaman kerja atau gelar akademik. Dengan strategi ini:

🔹 Jumlah kandidat potensial bisa meningkat hingga 9,5 kali lipat dibandingkan rekrutmen berbasis pengalaman.
🔹 50% perekrut global kini telah menggunakan data keterampilan untuk mengisi berbagai posisi.
🔹 92% direksi di Asia-Pasifik lebih memilih kandidat yang memiliki potensi berkembang dan keinginan belajar dibandingkan pengalaman semata.

Dengan pendekatan ini, perusahaan dapat lebih mudah menemukan talenta terbaik, sekaligus membuka kesempatan lebih luas bagi kandidat dari berbagai latar belakang.

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Alaku